Review : Cowok Rasa Apel

Judul : Cowok Rasa Apel (PDF)
Penulis : Noel Solitude
Penerbit : Penerbit Spica Solitudia
Ilustrator : Ade Prihatna
Tebal : 190 halaman

“Capek juga jadi pengurus OSIS. Udah mau liburan malah banyak rapat. Makan aja sampai lupa. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Sekarang capek dulu, yang penting liburan nanti pikniknya menyenangkan! We‟ll be going to Bali!”

Kubaca tulisan status di Facebook Erik. Dia baru menulisnya delapan menit yang lalu.
Namanya juga pengurus OSIS, mana ada yang nggak sibuk? Atau minimal sok sibuk lah! Tapi kalau Erik, aku masih percaya dia jadi pengurus OSIS bukan buat cari sensasi. Dia nggak perlu sok keren, karena dia memang udah...
KEREEENNN!!!

Setelah membaca status Facebook-nya tadi, seperti yang biasa kulakukan, dengan semangat kukirim komentarku :

“Kalo nggak sempat makan nasi makan pisang aja buat stok tenaga. Keep the spirit!”

Baru beberapa menit lewat, sudah ada dua komentar yang mengekor di bawah komentarku...

Rico Seratuspersen Cute: “Ciee... Dimas perhatian banget nih sama Erik...!”

Joni Selalu Bahagia: “Dimas, ingat kamu tuh cowok, Erik juga cowok! Hiii...!”

***
Dimas, cowok berusia 17 tahun, tipe anak rumahan, yang sangat doyan berselancar di internet, senang mendengarkan music klasik, dan suka menulis diary tentang orang yang disukainya, Erick.

Well, pas pertama kali membaca novel ini aku agak sedikit merasa aneh. Wajar saja, karena thema yang diangkat teenlit gay, cowok suka cowok >__< Tapi, sangat menarik. Saking menariknya, mungkin udah hampir tiga kali aku mengulang membacanya.

Alur ceritanya juga ringan, bahkan cenderung sweet dibandingkan cerita teenlit couple pada umumnya (cewek-cowok). Setiap tingkah laku yang diperlihatkan Dimas ke Erick pun, tak jarang membuat aku tertawa dan sedih. 

Terutama saat Erick berulang tahun dan Dimas bela-belain beli CD diskonan David Foster, dengan harapan Erick bakal suka. Tapi eh ternyata, CD-nya jatuh dijalan. Untung aja, Dimas sempat membeli sebuah apel yang rencananya sih dia makan sendiri. Tapi daripada tengsin, sebuah apel itulah menjadi kado untuk Erick..

Selain kisah cinta Dimas ke Erick, disajikan pula kisah Dimas lainnya bersama saudara kembarnya, Denis. Saudara kembar yang sering bertengkar, tapi nyatanya saling menyayangi, melindungi, dan membutuhkan satu sama lain.

Aisshh, tapi aku pribadi.. Gak perlu punya saudara kembar. Karena yang namanya bersaudara (kandung), hal seperti itu pasti akan ada. Sedikit-sedikit bertengkar, tapi giliran ada yang pergi lama eh saling rindu ^_^))”>

Satu pelajaran yang bisa aku petik di novel ini. Jatuh cinta itu gak pernah salah ! ^_^))

Komentar